The Hardest Part In Life Is…. To Say, Goodbye!

Apa yang kita rasakan ketika mendengar kata “Goodbye?” Pasti banyak diantara kita yang mungkin akan menjawab sedih, tidak rela, dan takut. Sebenarnya, jika dilihat dengan jernih, kata tersebut tidak bersifat negatif dan ‘menyeramkan’. Namun, banyak diantara kita yang merasa kata tersebut seperti sebuah momok menakutkan yang tidak boleh terucap barang sedikit pun. Lantas, kapan sebenarnya kata ini harus diucapkan? Bagi orang-orang yang tidak siap menerima perubahan dan kehilangan di dalam hidupnya pasti akan menjawab “Tidak akan pernah dan haram untuk diucapkan”. Tapi pernahkah kita memikirkan apa jadinya jika kata ini benar-benar hilang dan diharamkan? Dapat dipastikan kita akan berada dalam sebuah labirin kompleks tak berujung yang akhirnya membuat kita berada dalam titik pasrah dan kemudian berhenti untuk mencari jalan keluar. Nyaman? Mungkin akan menjadi kata yang tepat untuk mewakilinya. Akan tetapi, nyaman tidak akan dapat memberikan manusia pengetahuan baru tentang dunia diluar dirinya. Karena manusia diciptakan sebagai makhluk yang harus siap untuk merasakan sedih ataupun senang, karena hal inilah yang membuat manusia benar-benar menjadi seorang manusia seutuhnya. Siap ataupun tidak, kita harus siap untuk mengucapkan “Goodbye” pada apapun dan siapapun. “Because there’s always GOODBYE in every HELLO, right?”

Not Everything You Love Giving You the Same Love like You Give

Not Everything You Love Giving You the Same Love like You Give

Kata-kata diatas sepertinya terdengar miris, namun tidak dapat dipungkiri kata-kata tersebut sering terjadi di hidup kita. Entah itu dalam percintaan, pekerjaan ataupun pertemanan. Semua hal yang benar-benar kita cintai tidak selamanya akan memberikan perlakuan yang sama seperti yang kita berikan. Realistis adalah kata yang paling tepat untuk menjawab kata-kata diatas. Terkadang kita seolah dibutakan oleh kata-kata cinta. Mungkin memang benar, apa-apa yang terlalu menggunakan perasaan akan membuat kita lupa untuk menjadi logis. Namun, bukan berarti mengingkari perasaan membuat kita menjadi orang yang tidak peka dan apatis. Di satu sisi, dibutuhkan cinta untuk membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi nyata. Semuanya tergantung pada kita untuk membawanya ke arah mana. Jika kita ingin menjadikannya positif, maka secara otomatis ia akan menjadi positif. Namun, jika kita ingin membawanya kearah negatif, maka rasa cinta itu bisa berubah menjadi kebencian. Untungnya, kecintaan yang saya miliki mengarahkan saya untuk berpikir positif, bahwa terkadang sesuatu yang kita cintai belum tentu memberikan cinta, sama seperti yang kita berikan. Sehingga, memberikan saya ruang untuk memaknai bahwa kecintaan saya ini harus memberikan kerelaan bila sewaktu-waktu cinta itu tidak berjalan seperti yang diinginkan.

Cinta yang dibicarakan disini bukanlah cinta antar pasangan yang selama ini sering menjadi problem kita sebagai anak muda (itu juga kalau masih ada yang menganggap saya muda *sigh). Namun disini, saya membicarakan tentang cinta universal yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti ketika kita merasa memiliki keterikatan dengan suatu tempat dan orang-orang di dalamnya, hal itu bisa disebut sebagai cinta. Selama kurang lebih satu setengah tahun kebelakang, saya menemukan cinta universal yang jarang saya temukan selama saya hidup. Tempat dimana saya bisa merasa nyaman dan merasakannya sebagai rumah kedua. Tempat dimana saya bisa menemukan orang-orang yang bisa saya sebut sebagai keluarga, tempat yang bisa memberikan saya pelajaran hidup dan bertahan hidup. Mungkin banyak yang akan bertanya, masa sih ada tempat begitu? Emang masih ada selain rumah sendiri? Dengan pasti saya akan menjawab “ADA!”. Mungkin banyak diantara kita yang belum menemukan tempat yang bisa memberikan cinta seperti yang kita inginkan. Tempat dimana kita tidak perlu menjadi orang lain dan berpura-pura hanya untuk bisa bertahan di dalamnya.

Selama kurang lebih satu setengah tahun kebelakang, saya merasakan cinta yang membuat saya sadar, bahwa masih banyak orang-orang penuh cinta di dunia ini yang dapat memberikan kita perasaan senang, bahagia dan juga nyaman yang belum tentu dapat kita temukan di tempat lain. Sayangnya, salah satu tempat yang memberikan saya banyak cinta tidak memberikan saya waktu lebih lama untuk dapat menikmatinya. Ini bukan berarti ia tidak lagi cinta, melainkan karena cinta tersebut tidak ingin membuat saya tenggelam di dalamnya. Sebab saya selalu percaya, jika kita sudah terlalu cinta kepada suatu hal, maka dapat dipastikan cinta tersebut akan menjadi boomerang dan membuat kita menjadi buta karenanya. Sebaik-baiknya cinta, akan lebih baik jika masih tetap menggunakan logika (walaupun kata Agnes Monica, cinta tak ada logika *halah!). Sebelum terlalu jauh tengelam, ada baiknya kita keluar dari labirin tersebut dan menemukan jalan keluar sebelum semuanya menjadi terlambat. Secinta apapun kita pada suatu hal ada baiknya untuk berpikir bahwa tidak ada yang sifatnya abadi. Bahkan seorang Oprah Winfrey pun harus menyudahi acaranya setelah kurang lebih 25 tahun menemani pemirsa setianya. “Nothing last forever and be what you want. Everything has a limit, even the sky”.

Namun saya sangat yakin, suatu saat, setiap kita pasti akan menemukan tempat yang nantinya akan kita sebut sebagai rumah. Tempat dimana kita bisa pulang dan tidak merasa asing di dalamnya. Tempat dimana kita bisa merasa menjadi diri sendiri dan lantas jatuh cinta. Terima kasih Oz Radio Jakarta dan orang-orang luar biasa yang berada dan pernah ada di dalamnya. Terima kasih telah memberikan cinta yang belum pernah saya temukan sebelumnya. It’s time for me to go but it doesn’t mean I wouldn’t back again, because goodbye is the new hello. Maybe it’s time for ‘you’ to say goodbye and maybe it’s time for me to find new hello, because I believe there will always goodbye in every hello. Aufwiedersehen Schatz 