All We Need Is… To Be Okay

Pernahkah merasa terkadang hidup terasa tidak adil dan menyenangkan dalam sehari? Seolah semua yang terjadi dalam sehari benar-benar tidak menyenangkan dan menguji kesabaran, yang mungkin selama ini tak pernah kita takar? Sabar, katanya memiliki batas dan kadar. Yang banyak orang bilang, tidak ada satu manusiapun di dunia yang bisa benar-benar sabar. Manusia, sosok yang seringkali disebut sebagai ciptaan paling sempurna diantara semua makhluk bumi. Dengan berbagai macam kelebihan, di lain sisi juga memiliki berjuta kekurangan yang tak ada habisnya.

“Some people say there’s no such a thing like perfection, in this world. Yet to me, lives are the series of imperfection which scattered around us. But if we try to stacking it patiently.. in the end, it will be a perfection..”

Sempurna itu adalah ketika kita bisa menerima segala kekurangan dan ketidaknyamanan yang ada dengan tetap bersyukur dan tersenyum. Sambil melihat kembali berbagai hal yang sudah kita raih. Karena memang tak ada yang lebih melegakan di dunia ini, selain memikirkan hal-hal indah. Itu dia kenapa banyak diantara kita sukar untuk keluar dari mimpi manis masa lalu dan melaju ke masa depan. Ke masa yang tak satu orang pun tahu akan bermuara kemana. Kembali ke kubangan kecil bernama masa lalu yang indah atau menuju samudera luas yang ujungnya mungkin tak bermuara. Kita semua senang dengan keindahan, kebahagian, kesempurnaan serta hal-hal yang dapat menyejukan dada lainnya. Siapa yang tidak? Dan pastinya kita tidak akan pernah senang dengan keburukan, kemalangan, ketidaksempurnaan serta hal-hal yang dapat menyesakkan dada lainnya. Wajar memang, sebab sedari lahir hal-hal serba “positif” itulah yang ditanamkan sebagai sebuah esensi sempurna dari kehidupan. Kita seolah terlena dan mengaggap hidup baru benar-benar hidup jika memiliki kualitas tersebut. Padahal sejatinya, hidup haruslah seperti yin dan yang. Ada baik, ada juga buruk. Ada terang, ada juga gelap. Karena tidak selamanya baik akan menuju terang dan buruk akan berakhir gelap. Serta tidak selamanya terang berarti menang dan gelap berarti meradang. Kembali ke pertanyaan awal. Pernahkah merasa terkadang hidup terasa tidak adil dan menyenangkan dalam sehari? Pasti semua pernah merasakan dan juga mengamininya. Namun pada akhirnya, kita juga meyakini bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“Because in the end, all we need is to be okay. But the truth is, what we do is just pretend to be okay. Keep pretend :)”